KehidupanRabi'ah al-Adawiyah Sebagai Budak. Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah al-Basriyah, sufi perempuan ini lahir sekitar tahun 95 H/99 H (717 M) di Basra dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kota tersebut. Ia wafat pada tahun 185 H (801 M) dan dikebumikan di Basra. Jakarta, Muslim Obsession – Siapa yang tidak kenal dengan sosok Rabi’ah al-Adawiyah, kesufiannya tidak perlu diragukan lagi. Dia adalah sedikit dari ulama sufi perempuan yang sangat disegani dalam sejarah peradaban Islam. Pemikiran dan laku spiritualnya terus dikaji hingga hari ini. Berbagai macam kisah hidupnya pun sudah banyak dikupas dan ditulis dalam banyak buku. Bagi kalangan santri kisah yang paling populer dari Rabi’ah adalah ketika dia membawa obor dan ember berisi air malam-malam. Dikisahkan bahwa suatu malam Rabi’ah al-Adawiyah tengah berjalan di Kota Baghdad sambil menenteng air dan memegangi obor di tangan kirinya. Seseorang pun bertanya kepada beliau hendak dikemanakan air dan obor tersebut? Rabi’ah al-Adawiyah pun menjawab “Aku hendak membakar surga dengan obor dan memadamkan neraka dengan air ini. Agar orang tidak ada lagi mengharapkan surga dan takut siksa neraka dalam beribadah kepada Allah.” Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang sufi yang mengusung mazhab cinta. Cintanya kepada Allah begitu dalam dan kuat. Sehingga ia tidak mampu mencintai yang lainnya karena cintanya hanya untuk Allah. Karena saking cintanya kepada Allah, Rabi’ah pernah berujar bahwa ia tidak mendambakan surga dan tidak takut kalau dimasukkan neraka. Itulah Rabi’ah karena cintanya itu, ia diangkat menjadi wali dan Allah SWT berikan kepadanya karomah, sebagai tanda bahwa Dia adalah Wali Allah. Berikut adalah sejumlah karomah yang dimiliki oleh Rabi’ah al-Adawiyah sebagaimana yang tercantum dalam buku Rabi’ah; Pergulatan Spiritual Perempuan karya Margaret Smith. 1. Kisahnya dengan Binatang Buas Ketika Rabi’ah sedang jalan-jalan di sebuah pegununang, ada banyak binatang buas yang mendekatinya. Anehnya, binatang-binatang tersebut tidak menyerang Rabi’ah dan sangat jinak kepadanya. Mereka bermain bersama. Tiba-tiba, Hasan al-Basri muncul dan mendekati Rabi’ah. Seketika binatang-binatang buas tersebut menampakkan wajah buasnya dan pergi meninggalkan Hasan al-Basri. 2. Unta Mati Hidup Lagi Suatu hari Rabi’ah melakukan perjalanan haji ke baitullah Makkah dengan menaiki unta. Di tengah jalan, unta yang dinaiki tersebut mati. Langsung saja, Rabi’ah berdoa kepada Allah. Tidak lama setelah itu, untanya hidup kembali. Rabi’ah pun melanjutkan perjalanan hingga sampai ke baitullah dan pulang dengan menaiki unta yang sama, unta yang pernah mati itu. 3. Jarinya memancar cahaya Suatu malam ada dua orang teman Rabi’ah yang datang kerumahnya. Mereka hendak melakukan diskusi bersama dengan Rabi’ah. Na’asnya, rumah Rabi’ah tidak memiliki lampu penerang. Lalu Rabi’ah meniup ujung jari-jarinya hingga kemudian mengeluarkan cahaya yang terang dan menerangi seluruh rumahnya sepanjang malam. Dengan demikian, mereka bisa berdiskusi hingga pagi hari. 4. Pencuri yang Kebingungan Pada suatu malam rumah Rabi’ah didatangi oleh tamu yang tidak diundang. Tamu tersebut hendak mencuri pakaian Rabi’ah. Ketika sudah mengangkut semua baju Rabi’ah dan hendak kabur, pencuri tersebut bingung karena tidak menemukan pintu keluar. Namun, ketika sang pencuri meletakkan barang curiannya tersebut, ia menemukan ada pintu keluar. Sang pencuri mengulang perbuatannya itu –mengambil dan meletakkan barang Rab’iah- sebanyak tujuh kali. Hingga akhirnya sang pencuri mendengar ada hatif suara tanpa rupa yang mengatakan; Wahai manusia, jangan engkau persulit dirimu sendiri. Perempuan ini telah mempercayakan dirinya kepada Kami selama bertahun-tahun. Setan pun tidak berani mendekatinya. Mendengan suara itu, pencuri tersebut lari terbirit-birit tanpa membawa secuil barangpun dari rumah Rabi’ah. Konon kabarnya pencuri itu kemudian kembali lagi ke rumah Rabi’ah untuk meminta maaf, hingga akhirnya ia berguru dan menjadi muridnya. 5. Shalat di udara Kelima, suatu hari Hasan al-Basri mengajak Rabi’ah al-Adawiyah untuk shalat di atas air. Rabi’ah merespons ajakan Hasan itu dengan melemparkan sajadahnya dan terbang di atasnya. Ia mengajak Hasan untuk naik di atas bersamanya keliling kota agar orang banyak yang tahu. Tapi dari situ Rabi’ah memberikan pelajaran kepada Hasan Basri. Apa hanya sebatas ini yang dia minta, kalau hanya sebatas terbang, burung, lalat juga bisa terbang. Tidak ada istimewanya, dan tidak ada yang perlu dibanggakan dari terbang di atas angin, karena yang lebih istimewa adalah bagaimana bisa menjaga cinta hanya untuk Allah. Demikian di antara karomah Rabi’ah, semoga bisa menjadi hikmah dan pelajaran bagi kita agar bisa semakin dekat dengan Allah. Albar
Rabiah Al-Adawiyah Ibu para Sufi (4) : Kembali Kepada Cinta Sejatinya, Tuhan. "Saat ajalnya tiba, Rabi'ah menolak didampingi oleh siapapun, sekalipun orang-orang yang ingin mendampinginya adalah orang-orang yang sangat soleh" -O- Rabi'ah hidup seperti manusia lainnya, menjalani hidup hingga usia lanjut.
Karena berwajah cantik dan memiliki tubuh indah, tak jarang Rabi’ah pun turut menjadi penari penghibur di acara pesta pora yang diadakan majikannya. JERNIH—Berbilang dari esa, mengaji dari alif, sebuah pepatah lama mengatakan. Selalu ada awal untuk segala sesuatu. Sebelum mencapai derajat kezuhudan yang terkenal melampaui ruang dan waktu, hingga sampai kepada kita semua hari ini, kehidupan Rabi’ah Al-Adawiyah banyak menderita penderitaan dan kemalangan. Sejak kanak-kanak hidup miskin, belum lagi menginjak usia dewasa, perempuan bernama asli Ummul Khair itu harus berpisah dengan sang ayah, Ismail, untuk selama-lamanya. Karena kebutuhan, Rabi’ah terpaksa harus bekerja sebagai pembantu kepada saudagar kaya yang berperilaku lalim. Malangnya, ia pun sering menjadi mangsa nafsu setan tuannya itu. Bukan sekali dua Rabi’ah menerima pukulan dan deraan manakala menolak melayani. Karena cantik dan memiliki tubuh indah, tak jarang Rabi’ah pun turut menjadi penari penghibur di acara pesta pora yang diadakan majikannya. Namun, kehidupan Rabi’ah berubah, berawal dari sebuah perjumpaan. Usai menari, seorang ulama sufi tak dikenal mendekati Rabi’ah al-Adawiyah. Ia pun berbisik pelan tentang kehidupan kekal dan abadi setelah ini. Diingatkanya pula akan keberadaan Tuhan yang Maha Kuasa serta perjumpaan setiap hamba kepada-Nya tanpa membawa apa pun kecuali perbuatannya sewaktu di dunia. Teguran itu menyadarkan Rabi’ah al-Adawiyah dari tidur panjangnya selama ini. Saban hari direnunginya perkataan sufi itu. Hingga akhirnya Allah meniupkan Nur Ilahi ke lubuk hatinya yang paling dalam. Sepenuh tekad, Rabi’ah berjanji tidak akan mengulangi lagi segala jenis laku maksiat yang pernah ia lakukan, meski terpaksa. Rabiah bahkan siap menanggung siksaan demi siksaan untuk tetap konsisten istiqomah pada sikapnya. Kini ia menapaki terminal pertama dalam ajaran tasawuf, yaitu taubat nasuha, sembari dibarengi membersihkan hati dari noda lahir dan batin. Walaupun berulangkali tubuhnya dihajar hingga babak belur dan siksaan yang berlangsung selama bertahun-tahun. Namun, semuanya ia terima. Sama sekali tiada satu pun bujukan majikannya mampu mempengaruhi keimanannya yang kini tegak, berdiri kokoh. Akibat sikapnya yang tegas, Rabi’ah al-Adawiyah dijebloskan ke dalam gudang kumuh penuh kotoran. Tapi, ia justru amat bersyukur, karena dengan begitu ia bisa leluasa beribadah dan bermunajat kepada Allah sampai pagi tiba. Tiap kali kerinduannya kepada Allah membuncah tak terbendung, ia pun menyenandungkan munajat-munajat sarat makna. Sejarah mencatat beberapa syair yang memilukan dan menyentak hati setiap pecinta itu “Ilahi. Sesudah aku mati. Masukkanlah diriku ke dalam neraka. Dan jasmaniku memenuhi seluruh ruangan neraka. Sehingga tidak ada orang lain yang dapat dimasukkan kesana.” “Ilahi. Bilamana aku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku. Bilamana aku menyembah-Mu karena gairah nikmat surga. Maka tutuplah pintu surga selamanya untukku… Tetapi, bila diriku menyembah-Mu karena Dikau semata. Maka jangan larang diriku untuk menatap keindahan-Mu yang abadi…” “Ilahi, apa pun yang Engkau karuniakan kepadaku di dunia ini, berikanlah kepada musuh-musuh-Mu. Dan apa pun yang Engkau karuniakan kepadaku di akhirat nanti, berikanlah kepada kekasih-kekasih-Mu, karena Engkau sendiri cukuplah bagiku.” “Ilahi, segala upaya keinginanku, kesibukanku dan kesenanganku di dunia ini adalah hanya untuk mengingat-Mu. Dan segala hal yang akan datang di akhirat nanti hanyalah untuk menemui-Mu. Inilah diriku yang sebenarnya, sebagaimana yang telah kunyatakan ; sekarang, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki.” “Aku mengenal cinta Sejak aku mengenal cinta-Mu Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu Duhai, kau Yang Melihat Seluruh rahasia-rahasia setiap hati Sedang aku yang tak bisa menatap wajah-Mu” “Duhai kegembiraanku Duhai rinduku, Duhai tambatan hatiku Duhai manisku, Duhai Nyawaku, duhai Dambaanku Engkaulah Ruh Jiwaku, Engkaulah Harapanku Engkaulah Manisku Rasa Rinduku kepada-Mu adalah nafasku” “Duhai Engkau, andai aku tanpa-Mu, Duhai hidupku, Duhai Manisku Aku tak kan menyusuri jalan terbentang di pelosok negeri-negeri Oh. Betapa banyak anugerah, kenikmatan dan pertolongan-Mu” “Tetapi kini cinta-Mu lah dambaanku, dan keindahanku Dan pandangan Mata-Mu kepadaku adalah dahagaku Tanpa-Mu hidupku tak bergairah Bila Engkau rela, Duhai dambaan jiwaku” “Aku mencintai Mu dengan dua cinta Cinta karena hasrat diriku kepada-Mu Dan cinta karena hanya Engkau yang patut dicinta Dengan Cinta hasrat, aku selalu sibuk menyebut nama-Mu Dengan Cinta karena Diri-Mu saja, Dan tidak yang lain Itu karena aku berharap Engkau singkapkan Tirai Wajah-Mu Biar aku bisa menatap-Mu seluruh Tak ada puja-puji bagi yang ini atau yang itu Seluruh puja-puji untuk-Mu saja” Rabi’ah al-Adawiyah wafat di usianya yang ke-86. Basrah adalah tempat dirinya lahir dan dikebumikan. Ketika di pembaringan, dia menolak segala jenis pengobatan dari siapa pun. Yang ia butuhkan hanya penerimaan dari Allah SWT akan shalat dan amal ibadahnya. Fariduddin Aththar menulis, sebelum mangkat menjumpai Sang Kekasih, di pembaringannya Rabi’ah berkata,”Mohon pergilah dulu kalian semua dari sisiku. Kosongkanlah ruangan ini khusus untuk Baginda Rasulullah SAW,” kata dia meminta. Maka semua yang melayat pun beranjak keluar dari kediaman Rabi’ah. Sejurus kemudian, mereka semua mendengar suara dari dalam rumah. “Wahai jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku!” QS al-Fajr 27-28. Dengan rasa penasaran, orang-orang bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Namun, mereka mendapati bahwa Rabi’ah al-Adawiyah telah berpulang dengan damai. [dsy]

Adapunseluruh orang Arab mereka beranggapan bahwa dia adalah seorang yang berasal dari Lakhm keturunan Rabiah bin Nashr. Adapun seluruh orang Arab mereka beranggapan bahwa dia adalah seorang yang berasal dari Lakhm keturunan Rabiah bin Nashr. Biografi Dan Kisah Inspiratif Para Ulama Rabiah Al Adawiyah Bahasa Arab رابعة العدوية القيسية Dikenal Juga Dengan Nama Rabi

Rabiah Al-Adawiyyah wafat 801 M/185 H mengungkapkan cinta kepada Allah كُلُّهُمْ يَعْبُدُوْكَ مِنْ خَوْفِ نَارٍ وَيَرَوْنَ النَّجَاةَ حَظّاً جَزِيْلاً أَوْ بِأَنْ يَسْكُنُوْا الجِنَانَ فَيَحْظُوْا بِقُصُوْرِ وَيَشْرَبُوْا سَلْسَبِيْلاً لَيْسَ لِيْ باِلجِنَانِ وَالنَّارِ حَظٌّ أَنَا لَا أَبْتَغِيْ بِحُبِّيْ بَدِيْلاً Artinya, “Semuanya menyembah-Mu karena takut neraka. Mereka menganggap keselamatan darinya sebagai bagian untung melimpah.// Atau mereka menempati surga, lalu mendapatkan istana dan meminum air Salsabila// Bagiku tidak ada bagian surga dan neraka. Aku tidak menginginkan atas cintaku imbalan pengganti.” Rabiah Al-Adawiyah tidak meniatkan ibadahnya sebagai bekal kebaikan untuk meraih surga dan berlindung dari siksa neraka. Ia memaknai praktik shalat, puasa, zakat, haji, dan ragam ibadah lainnya sebagai bentuk cintanya kepada Allah. Rabiah meningkatkan derajat pengabdiannya atas dasar rasa cintanya semata kepada Allah dari pengabdian “transaksional” yang berisi imbalan kenikmatan surga dan penyelamatan dari siksa neraka. Alhafiz Kurniawan
Bacajuga: Koncep Cinta Dalam Al-Quran. Kisah Cinta Rabi'ah al- Adawiyah. Pada suatu waktu Rabi`ah ditanya pendapatnya tentang batasan konsepsi cinta. Rabi`ah menjawab: Cinta berbicara dengan kerinduan dan perasaan. Mereka yang merasakan cinta saja yang dapat mengenal apa itu cinta. Cinta tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Rabi'ah Al-'Adawiyyah adalah seorang ulama perempuan yang dikenal dengan kesucian hatinya sebagai sufi perempuan. Karena kesuciannya itu, Rabiah enggan menikah dengan manusia dan tetap memilih Sang Kekasih sejati sebagai kekasihnya. Berikut di bawah ini lima kalimat bijak kerinduan Rabi'ah Al-'Adawiyyah, seorang sufi yang hidupnya selalu dimabuk cinta oleh Kekasihnya Kata Bijak Pertama baca juga 10 Kata Bijak Sunan Kalijaga ini Bikin Hati Adem dan Tentram 15 Kata Bijak Gus Dur, Dijamin Termotivasi Membacanya 5 Kata Bijak Ibnu 'Athaillah As-Sakandari, Bikin Hati Adem dan Tentram "Tuhanku, jika aku mengabdi kepada-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku mengabdikepada-Mu karena mengharapkan surga, jauhkanlah aku daripadanya. Tetapi jika Kau kupuja karena Engkau, janganlah Engkau sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal dariku." Kata Bijak Kedua "Ya Tuhan, bintang di langit telah gemerlapan, orang-orang telah bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci, dan tiap kekasih telah menyendiri dengan kekasihnya, dan inilah aku di hadirat-Mu." Kata Bijak Ketiga "Tuhanku, malam telah berlalu dan siangpun segera menampakkan diri. Aku gelisah, apakah amalanku Kau terima hingga aku merasa bahagia, ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi kemuliaan-Mu, inilah yang aku lakukan selama Engkau beri hayat. Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintu-Mu, aku tidak akan pergi, karena cinta pada-Mu telah memenuhi hatiku." Kata Bijak Keempat

RabiahAl-Adawiyah: Jalan Spiritual Sang Pecinta - Oleh: Abdul Munim Qandil - Rabi'ah Al-Adawiyah lahir di Basrah pada tahun 95 H (714M) dan meninggal di Jerussalem pada tahun 185 H (796M). Ia terlahir dari keluarga yang shalih dan zuhud. Rabi'ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran mahabbah (totalitas kecintaan) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang
loading...Ilustrasi Rabiah Al-Adawiyah Sejak aku mengenal-Nya, aku berpaling dari makhluk-makhluk-Nya. Photo ilustrasi Theglobalvariety/deviant art Farid al-Din Attar dalam bukunya berjudul Tadhkirat al-Auliya’ dan diterjemahkan ke bahasa Inggris Arberry menjadi Muslim Saints and Mystics menceritakan bahwa suatu hari Rabiah Al-Adawiyah jatuh sakit. Dia ditanya apa penyebabnya.“Aku memandang Firdaus,” jawabnya, “Dan Tuhanku mendisiplinkanku.” Baca Juga Kemudian Hasan al-Basri pergi untuk menjenguknya. “Aku melihat salah satu pemuka Basra berdiri di depan pintu rumah Rabiah, dia ingin memberikan pundi emasnya dan menangis,” kata Hasan bercerita. “Aku berkata, Tuan, mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, Karena wanita suci zaman ini, karena jika berkah kehadirannya hilang dari umat manusia, mereka pasti akan binasa. Aku membawa sesuatu untuk biaya perawatannya, dan aku khawatir dia tidak mau menerimanya. Apakah engkau mau mengambil dan memberikannya untuk dia?’.”Lalu Hasan masuk dan berbicara. Rabiah menatapnya dan berkata, “Dia menafkahi mereka yang menghina-Nya, dan tidak akankah Dia menafkahi mereka yang mencintai-Nya?Sejak aku mengenal-Nya, aku berpaling dari makhluk-makhluk-Nya. Aku tidak tahu apakah harta seseorang halal atau tidak; lalu bagaimana aku bisa menerimanya? Aku pernah menjahit pakaianku yang rusak dengan cahaya dunia. Untuk sesaat hatiku terlena, hingga aku tersadar. Lalu aku merobek pakaian itu di tempat aku menjahitnya, dan hatiku menjadi lega. Mintalah kepada tuan itu mendoakanku agar jangan sampai hatiku terlena.” Baca Juga Pada hari lainnya, Hasan al-Basri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq al-Balkhi pergi menjenguk Rabiah di pembaringannya.“Seseorang tidak dapat dipercaya kata-katanya,” Hasan memulai, “jika dia tidak tabah menerima ujian dari Tuhannya.”“Kata-kata ini berbau egoisme,” kata Rabiah menanggapi.“Seseorang tidak dapat dipercaya kata-katanya,” Syaqiq mencoba, “jika dia tidak bersyukur atas ujian dari Tuhannya.”“Kami membutuhkan sesuatu yang lebih baik dari itu,” kata Rabiah.“Seseorang tidak dapat dipercaya kata-katanya,” Malik juga mencoba, “jika dia tidak bergembira atas ujian dari Tuhannya.”“Kami membutuhkan sesuatu yang lebih baik dari itu,” ulang Rabiah.“Lalu bagaimana menurutmu?” desak mereka.“Seseorang tidak dapat dipercaya kata-katanya,” kata Rabiah, “jika dia tidak melupakan ujian dalam merenungi Tuhannya.” Baca Juga mhy Kedua Rabi'ah dan al-Ghazali memiliki objek cinta hakiki yang sama yaitu Allah swt, dan tujuan hidup mereka adalah berjumpa dengan Sang Kekasih. Rabi'ah dan al-Ghazali merumuskan cinta kedalam dua macam, yaitu cinta yang timbul karena mencintai diri sendiri, dan karena yang dicintai itu sendiri pantas atau berhak untuk dicintai, ini dikarenakan keindahan Tuhan telah terbuka di depan mata
Kebijaksanaan Rabi'ah – Rabi’ah Al-Adawiyah meninggalkan sejumlah pesan-pesan sufistik, kata-kata bijak dan bait-bait puisi kebijaksanaan yang berisi cinta Platonik dan kerinduan kepada Tuhan, serta filsafat Wahdah al-Wujud Unity of Being.Puisi-puisi kebijaksanaan Rabi’ah Al-Adawiyah sebagai berikut Zuhud Kebersahajaan dalam hidup membuat tubuh dan hati menjadi nyaman. Hasrat duniawi menciptakan kegelisahan dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Aku mencintai-Nya bukan karena aku takut neraka dan bukan pula berharap yang paling utama adalah kontempelasi di malam yang sepi. Baca juga Mengenal Sufi Rabi’ah Al-AdawiyahAku telah meninggalkan pertemuan-pertemuan dengan manusia. Aku berharap berintim ria dengan Dia. Inilah puncak isi dunia ini diberikan kepada manusia, niscaya tak akan cukup. Ia selalu sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Aku mencintainya bukan karena aku takut neraka dan bukan pula berharap yang paling utama adalah kontempelasi di malam telah meninggalkan pertemuan-pertemuan dengan manusia. Aku berharap berintim ria dengan Dia. Inilah puncak isi dunia ini diberikan kepada manusia, niscaya tak akan pernah cukup. Ia selalu kebaikan-kebaikanmu sebagaimana kamu sembunyikan seorang hamba adalah manakala dia menerima saat mendapat cobaan susah sebagaimana saat dalam keadaan senang.**Sumber tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Kebijaksanaan Para Sufi dan Filsuf.
DE3KTLl.
  • erzrcbh3dv.pages.dev/210
  • erzrcbh3dv.pages.dev/267
  • erzrcbh3dv.pages.dev/465
  • erzrcbh3dv.pages.dev/243
  • erzrcbh3dv.pages.dev/562
  • erzrcbh3dv.pages.dev/114
  • erzrcbh3dv.pages.dev/118
  • erzrcbh3dv.pages.dev/119
  • kata kata rabiah al adawiyah